Senin, 21 Mei 2012

HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN TERMINAL

BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Banyak masalah legal melingkupi peristiwa kematian, meliputi definisi dasar dari titik yang aktual dimana seseorang dipertimbangkan meninggal. Hukum mengidentifikasi kematian terjadi ketika ada penurunan fungsi otak yang hebat, selain fungsi organ yang lainnya. Ketika klien tidak mengizinkan pemberi pelayanan kesehatan untuk mencoba menyalamatkan hidup mereka, fokus perawat harus menjadi tujuan perawatan versus penyembuhan. Pada situasi lain yang melibatkan kematian, perawat memiliki tugas legal yang khusus. Misalnya, perawat memiliki kewajiban hukum untuk menjaga orang yang meninggal secara bermartabat. Penanganan yang salah untuk orang yang meninggal dapat membahayakan emosional bagi orang yang selamat.
Asuhan keperawatan klien dengan penyakit terminal sangat menuntut dan menegangkan. Namun demikian, membantu klien menjelang ajal untuk meraih kembali martabatnya dapat menjadi salah satu penghargaan terbesar keperawatan. Perawat dapat berbagi penderitaan klien menjelang jal dan mengintervensi dalam cara meningkatkan kualitas hidup. Klien menjelang ajal harus dirawat dengan respek dan perghatian.
Peningkatan Kenyamanan. Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan peredaan distres psikobiologis. Perawat memberi berbagai tindakan penenangan bagi klien sakit terminal. Kontrol nyeri terutama penting karena nyeri mengganggu tidur, nafsu makan, mobilitas, dan fungsi psikologis. Higiene personal adalah bagian rutin dari mempertahankan kenyamann klien dengan penyakit terminal. Klien mungkin pada akhirnya bergantu ng pada perawat atau keluarganya untuk pemunuhan kebutuhan dasarnya.
Pemeliharaan Kemandirian. Sebagian besar klien menjelang ajal menginginkan sebanyak mungkin mapan diri. Mengizinkan klien untuk melakukan tugas sederhana seperti mandi dan makan akan mempertahankan martabat dan rasa makna diri. Ketika klien tidak mampu secara fisik untuk melakukan perawatan diri, perawat dapat memberikan dorongan dengan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan untuk memberikan rasa kontrol diri pasien. Perawat mencari isyarat non-verbal yang menunjukan ketidakinginan berpartisipasi dalm perawatan. Perawat tidak boleh memaksakan partisipasi, terutama jika ketidakmampuan secara fisik membuat partsipasi menjadi sulit.
Pencegahan Kesepian dan Isolasi. Untuk mencegah kesepian dan penyimpangan sensori, perawat mengintervensi untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Klien menjelang ajal tidak harus secara rutin ditempatkan dalam ruang tersendiri di lokasi yang sangat jauh. Klien merasakan keterlibatan ketika dirawat bersama dan memperhatikan aktivitas perawat. Klien menjelang ajal dapat merasa sangat kesepian terutama pada malam hari dan mungkin merasa lebih aman jika seseorang tetap menemaninya di smping tempat tidur. Perawat harus mengetahui cara menghubungi kondisi anggota keluarga jika kunjungan diperlukan atau kondisi klien memburuk. Klien harus ditemani oleh seseorang ketika terjadi kematian. Perawat tidak boleh merasa bersalah jika tidak dapat selalu memberikan dukungan ini. Perawat harus mencoba untuk berada bersama klien menjelang kematian ketika diperlukan dan memperlihatkan perhatian dan keharuan.
Peningkatan Ketenangan Spiritual. Memberikan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari sekedar kunjungan rohaniawan. Perawat dapat memberi dukungan kepada klien dalam mengekspresikan filosofi kehidupan. Ketika kematian mendekat, klien sering mencari ketenangan dengan menganalisis nilai dan keyakinan yang berhubungan dengan hidup dan mati. Perawat dan keluarga dapat membantu klien dengan mendengarkan dan mendorong klien untuk mengekspresikan tentang nilai dan keyakinan. Perawat dan keluarga dapat memberikan ketenangan spiritual dengan menggunakan keterampilan komunikasi, mengekspresikan simpati, berdoa dengan klien, membaca literatur yang memberi inspirasi, dan memainkan musik.
Dukungan untuk Keluarga yang Berduka. Anggota keluarga harus didukung melewati waktu menjelang ajal dan kematian dari orang yang mereka cintai dan, waktu yang bersamaan, siap sedia untuk memberikan dukungan. Perawat harus mengenali nilai anggota keluarga sebagai sumber dan membantu mereka untuk tetap berada dengan klien menjelang ajal.
Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien yang sedang dalam keadaan terminal, perawat harus memperhatikan hak-hak pasien berikut ini:
a.  Hak diperlakukan sebagaimana manusia yang hidup sampai ajal tiba,
b.  Hak mempertahankan harapannya, tidak peduli apapun perubahan yang terjadi,
c.  Hak mendapatkan perawatan yang dapat mempertahankan harapannya, apapun yang terjadi,
d.  Hak mengekspresikan perasaan dan emosinya sehubungan dengan kematian yang sedang dihadapinya,
e.  Hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan perawatan,
f.  Hak memperoleh perhatian dalam pengobatan dan perawatan secara berkesinambungan, walaupun tujuan penyembuhannya harus diubah menjadi tujuan memberikan rasa nyaman,
g.  Hak untuk tidak meninggal dalam kesendirian,
h.  Hak untuk bebas dari rasa sakit,
i.  Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaannya secara jujur,
j.  Hak untuk memperoleh bantuan dari perawat atau medis untuk keluarga yang ditinggalkan agar dapat menerima kematiannya,
k.  Hak untuk meninggal dalam damai dan bermartabat,
l.  Hak untuk tetap dalam kepercayaan atau agamanya dan tidak diambil keputusan yang bertentangan dengan kepercayaan yang dianut,
m.  Hak untuk memperdalam dan meningkatkan kepercayaannya, apapun artinya bagi orang lain,
n.  Hak untuk mengharapkan bahwa kesucian raga manusia akan dihormati setelah yang bersangkutan meninggal,
o.  Hak untuk mendapatkan perawatan dari orang yang profesional, yang dapat mengerti kebutuhan dan kepuasan dalam mnghadapi kematian.



B.    Tujuan masalah
Untuk mengetahi tentang apa yang menjadi hak dan kewajiban pasien terminal agar sesuai dengan yang seharusnya

C.    Manfaat
Mengetahi dan dapat bertindak sesuai dengan hak dan kewajibannya,sesuai dengan porsinya agar tidak ada yang merasa dilebihkan/dikurangkan
















BAB 2
PEMBAHASAN

HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN TERMINAL
A.    Pengertian

1. Keadaan Terminal

Adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak tidak ada harapan lagi bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu kecelakaan.

2. Kematian

Adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan mengalami/menghadapinya seorang diri, sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan merupakan suatu kehilangan.


B. Tahap-tahap
Menjelang Ajal

Tahap-tahap menjelang ajal (dying) dalam 5 tahap, yaitu:

1. Menolak/Denial

Pada fase ini , pasien/klien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi, dan menunjukkan reaksi menolak. Timbul pemikiran-pemikiran seperti:

“Seharusnya tidak terjadi dengan diriku, tidak salahkah keadaan ini?”.

Beberapa orang bereaksi pada fase ini dengan menunjukkan keceriaan yang palsu (biasanya orang akan sedih mengalami keadaan menjelang ajal).

2. Marah/Anger

Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan segala hal yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya. Timbul pemikiran pada diri klien, seperti:

“Mengapa hal ini terjadi dengan diriku?”

Kemarahan-Kemarahan tersebut biasanya diekspresikan kepada obyek-obyek yang dekat dengan klien, seperti:keluarga, teman dan tenaga kesehatan yang merawatnya.

3. Menawar/bargaining

Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien malahan dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya.

Pada pasien yang sedang dying, keadaan demikian dapat terjadi, seringkali klien berkata:

“Ya Tuhan, jangan dulu saya mati dengan segera, sebelum anak saya lulus jadi sarjana”.

4. Kemurungan/Depresi

Selama tahap ini, pasien cen derung untuk tidak banyak bicara dan mungkin banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping pasien yang sedangan melalui masa sedihnya sebelum meninggal.

5. Menerima/Pasrah/Acceptance

Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh klien dan keluarga tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian.

Fase ini sangat membantu apabila kien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat, dsbg.


C. Type-type Perjalanan Menjelang Kematian

Ada 4 type dari perjalanan proses kematian, yaitu:

1. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya perubahan yang cepat dari fase akut ke kronik.

2. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, baisanya terjadi pada kondisi penyakit yang kronik.

3. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya terjadi pada pasien dengan operasi radikal karena adanya kanker.

4. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada pasien dengan sakit kronik dan telah berjalan lama.


D. Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian

1. Kehilangan Tonus Otot, ditandai:

a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.

b. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.

c. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, perut kembung, obstipasi, dsbg.

d. Penurunan control spinkter urinari dan rectal.

e. Gerakan tubuh yang terbatas.

2. Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai:

a. Kemunduran dalam sensasi.

b. Cyanosis pada daerah ekstermitas.

c. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan hidung.

3. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital

a. Nadi lambat dan lemah.

b. Tekanan darah turun.

c. Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.

4. Gangguan Sensori

a. Penglihatan kabur.

b. Gangguan penciuman dan perabaan.

Variasi-variasi tingkat kesadaran dapat dilihat sebelum kematian, kadang-kadang klien tetap sadar sampai meninggal. Pendengaran merupakan sensori terakhir yang berfungsi sebelum meninggal.


E. Tanda-tanda Klinis Saat Meninggal

1. Pupil mata melebar.

2. Tidak mampu untuk bergerak.

3. Kehilangan reflek.

4. Nadi cepat dan kecil.

5. Pernafasan chyene-stoke dan ngorok.

6. Tekanan darah sangat rendah

7. Mata dapat tertutup atau agak terbuka.


F. Tanda-tanda Meninggal secara klinis

Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan-perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah.

Petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu:

1. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.

2. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.

3. Tidak ada reflek.

4. Gambaran mendatar pada EKG.



G. Macam Tingkat Kesadaran/Pengertian Pasien dan Keluarganya Terhadap Kematian.

Ksadaran ini dalam 3 type:

1. Closed Awareness/Tidak Mengerti

Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk tidak memberitahukan tentang diagnosa dan prognosa kepada pasien dan keluarganya. Tetapi bagi perawat hal ini sangat menyulitkan karena kontak perawat lebih dekat dan sering kepada pasien dan keluarganya. Perawat sering kal dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan langsung, kapan sembuh, kapan pulang, dsbg.

2. Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi

Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan segala sesuatu yang bersifat pribadi walaupun merupakan beban yang berat baginya.

3. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan Terbuka

Pada situasi ini, klien dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan adanya ajal yang menjelang dan menerima untuk mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir.

Keadaan ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi dalam merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi tidak semua orang dapat melaksanaan hal tersebut.


H. Bantuan yang dapat Diberikan

1. Bantuan Emosional

2. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis

a. Kebersihan Diri

b. Mengontrol Rasa Sakit

c. Membebaskan Jalan Nafas

d. Bergerak

e. Nutrisi

f. Eliminasi

g. Perubahan Sensori

3. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial
4. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual

PERAWATAN PASIEN TERMINAL
Terminal adalah fase akhir dari kehidupan yang merupakan kepastian bagi semua makhlik.
Perubahan fisik saat menjelang kematian:
1.sirkulasi melambat /ekstremitas dingin
2.tonus otos menurun
3.perubahan TTV
4.berkemih dan defekasi dengan tidk sengaja
5.pasien kurang responsif
6.kulit memucat
7.pendengaran adalah indera yang terakhir


BAB 3
PENUTUP

DHF

DHF
Dengue Haemorhagik Fever

DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegeypti (cristantie, 1995).
Dengue Haemorhagik Fever (DHF) atau demam berdarah adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue yang masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegeypti dengan gejala utama demam dan manispetasi perdarahan pada kulit ataupun bagian tubuh lainnya yang bertendensi menimbulkan renjatan dan dapat berlanjutt dengan kematian.
Virus dengue (arbovirus) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegeypti yang menggigit manusia pada siang hari, hidup di air jernih, bersih dan berbentuk batang, stabil pada suhu 70 C.
Patofisiologi
Fenomena patologis yang utama pada penderita DBD adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadi pembesaran plasmake ruang ekstra vaskuler. Demam terjadi karna virus dengue yang masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegeypti yang membentuk antibody terhadap penyakit. Setelah terjadi virus antibody dalam sistem sirkulasi, akan mengakibatkan aktifnya system komplemen (suatu system dalam sirkulasi darah terdiri dari 11 komponen protein dan beredar dalam bentuk yang tidak aktif serta labil terhadap suhu panas). Bila system komponen aktif maka tubuh akan melepas histamin yang merupakan mediator kuat yang menyebabkan permeabilitas pembuluh darah meningkat.
Tingginya permeabilitas dinding pembuluh darah penyebab kebocoran plasma yang berlangsung selama perjalanan penyakit sejak permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa renjatan. Pada pasien dengan ranjatan berat, volume plasma  dapat menurun sampai 30% atau lebih. Jika keadaan tersebut tidak teratasi, akan menyebabkan anoksia jaringan, asidosis metabolic dan berakhir dengan kematian.
Perdarahan yang terjadi pada pasien DBD terjadi karena trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya factor koagulasi (Protombin, factor V,VII, IX, X dan Fibrinogen). Perdarahan hebat dapat terjadi terutama pada trajtus gastrointestinal.

Tanda dan gejala
1.    Demam tinggi yang timbul secara mendadak tanpa sebsb yang jelas disertai dengan keluhan lemah, lesu, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan, punggung, sendi, kepala, dan perut. Gejala menyerupai influenza biasa. Ini berlangsung selama 2-7 hari.
2.    Hari ke 2 dan ke 3, timbul demam. Uji tourniquet positip karena terjadi pendarahan dibawah kulit (peteksi, ekimosis) dan ditempat lain seperti epistaksis, pendarahan gusi, hematemisis akibat pendarahan dalam lambung melena dan juga hematuria massif.
3.    Antara hari ke 3 dan ke 7 syok terjadi saat demam menurun. Terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari tangan dan kaki, nadi cepat dan lemah sampai tak teraba, tekanan nadi menyempit ( < style=””> mmHg ) sampai tak teratur, anak sangat gelisah.
4.    Hepatomegali pada umumnya dapat ditemukan pada pemulaan penyakit, bervariasi dari yang hanya sekedar diraba sampai 2-4 cm dibawah lengkung iba sebelah kanan nyeri tekan pada penderita DBD sering terjadi pembesaran hati,limpa kelenjar getah beningatau kembali normal pada masa penyembuhan.
Pada penderita yang mengaalami renjatan akan mengalami sianosis perifer, kulit teraba lembut dan dingin, hipotensi, nadi cepat dan lemah.
Drazat berat DBD berdasar patokan WHO 1975
Derajat I : Demam disertai gejala infeksi tak khas dan satu-satunya manifestasi pendarahan adalah uji tourniquaet positif.
Derajat II : Derazat I ditambah pendarahan spontan dikulit atau tempat lain.
Derajat III : Renjatan (kegagalan sirkulasi) yang ditansi dengan nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun atau hipotensi disertai dingin lembab dan gelisah.
Derajat IV : Renjatan dalam dengan nadi tak teraba dan tensi tak teratur.

Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang
Laboratorium :
Trombositopenia : trombosit <> 2, penurunan progresif pada pemeriksaan periodic dan waktu pendarahan memanjang.
Hemokonsentrasi : hematokrit saat masuk rumah sakit > 20% atau meningkat progresif pada pemeriksaan periodik.
Hb meningkat > 20%
Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia, pada hari ke 2 dan ke 3 terjadi leucopenia.
SGOT dan SGPT mungkin meningkat : ureum, pH darah bisa meningkat
Foto thorax :
Foto thorax lateral dekubitus kanan terdapat efusi pleura dan bendungan pembuluh darah rutin HB, leukosit, hitung jenis (limfosit plasma darah 6-30% ), waktu pendarahan dengan cara LVY (n= 1-7 menit ).

Komplikasi
1)    Pendarahan otak
2)    Sindroma distress napas dewasa
3)    Infeksi nosokominal seperti pneumonia, tromboplebitis, sepsis dan shock sepsis


DAFTAR PUSTAKA


DAFTAR PUSTAKA

Seymour I, Schwartz. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
http://blog.ilmukeperawatan.com/tentang-penyakit-apendik.html
http://medicastore.com/penyakit/496/Apendisitis_radang_usus_buntu.html

MAKALAH KOMUNIKASI TERAPEUTIK PRE DAN POST PADA PASIEN APENDIKSITIS

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunianya sehingga kami diberi kesempatan untuk dapat menyelesaikan makalah ini,tidak lupa sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada junjunan kita Nabi Muhammad SAW,kepada keluarganya,sahabatnya sehingga sampai kepda kita selaku umatnya hingga akhir zaman.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu mata kuliah Komunikasi Dalam Keperawatan, adapun judul makalah ini yaitu Tekhnik Komunikasi Terapuetik Pre dan Post Operasi pada Pasien Apendik dengan. Dalam proses pembuatan makalah ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan baik materil atau moril dan dari semua pihak, maka dari itu kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran sebagai bahan untuk pembelajaran untuk menjadi lebih baik lagi.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.






                Garut, Mei 2012



                                       Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR            i
DAFTAR ISI            ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar  Belakang Masalah            1
B.    Tujuan Masalah            1
C.    Rumusan Permasalahan            1
D.    Metode            2
E.    Sistematika Penulisan        2
BAB II TINJAUAN TEORITIS   
A.    Pengertian    dan Jenis Komunikasi        3
B.    Pengertian Komunikasi Terapeutik        6   
C.    Penyakit Apendiksitis         14
BAB III ROLEPLAY        17   
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN   
A.    Kesimpulan        24
B.    Saran        24
DAFTAR PUSTAKA


MAKALAH
KOMUNIKASI TERAPEUTIK PRE DAN POST PADA PASIEN APENDIKSITIS
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Komunikasi Dalam Keperawatan






Disusunoleh :
Kelompok 7
1-A

Andri Firdaus
Neng Yuli Setiani
Nur Alim
Resti Nurqodariah
Muhamad Fazar



AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH  KABUPATEN GARUT
2012







BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan.
Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989). Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih saying / cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani), tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk “therapeutic use of self” dan “helping relationship” untuk praktek keperawatan, sikap dan tehnik serta dimensi hubungan dari komunikasi terapeutik.

B.    Tujuan Masalah
Tujuan dari pembuatan makalah yang berjudul “Komunkasi Terapeutik pada pasien Pre dan Post operasi Apendiks dan ” yaitu :
a.    Mengetahui pengertian komunikasi
b.    Memahami tekhnik komunikasi terapeutik
c.    Mengetahui pengertian Apendiks
d.    Mengetahui penyebab Apendiks
e.    Mengetahui gejala Apendiks
f.    Mengetahui pencegahan Apendiks

C.    Rumusan Masalah
A.    Apa yang dimaksud dengan komunikasi ?
B.    Bagaiamana tekhnik komunikasi terapeutik ?
C.    Apa yang dimagsud dengan Apendiksitis?
D.    Apa penyebab Apendiksitis ?
E.    Apa gejala Apendiksitis ?
F.    Apa diagnosa Apendiksitis ?
G.    Apa saja komplikasi Apendiksitis ?
H.    Mengetahui Penatalaksanaan Apendiksitis ?
I.    Apa saja obat Apendiksitis ?

D.    Metode
Metode yang kami gunakan dalam pembuatan makalah ini dengan menggunakan study pustaka dansitus web untuk mempermudah dalam penyusunan makalah ini.

E.    Sistematika Penulisan
Sistematika dalam pembuatan makalah ini adalah :
Bab I     : berisi tentang Pendahuluan
Bab II     : berisi tentang tinjauan teori
Bab III : berisi tentang roleplay
Bab IV : berisi tentang kesimpulan dan saran





BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.    PENGERTIAN DAN JENIS KOMUNIKASI
 Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik. Makalah ini difokuskan pada komunikasi interpersonal yang terapeutik.
Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang atau dalam kelompok kecil, terutama dalam keperawatan. Komunikasi interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide, pengambilan keputusan, dan pertumbuhan personal.
Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulisa dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.

1. KOMUNIKASI VERBAL

Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Katakata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan.
Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.

Komunikasi Verbal yang efektif harus:

1. Jelas dan ringkas

Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana.
Contoh: “Katakan pada saya dimana rasa nyeri anda” lebih baik daripada “saya ingin anda menguraikan kepada saya bagian yang anda rasakan tidak enak.”

2. Perbendaharaan Kata

Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru-paru anda” akan lebih baik jika dikatakan “Duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru anda”.

3. Arti denotatif dan konotatif

Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan klien, perawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.

4. Selaan dan kesempatan berbicara

Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan denganmemikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.

5. Waktu dan relevansi

Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien.

6. Humor

Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.

2. KOMUNIKASI NON-VERBAL

Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan katakata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non-verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan. Komunikasi non-verbal teramati pada:

1. Metakomunikasi

Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada hubungan antara Pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di dalam pesan yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar. Contoh: tersenyum ketika sedang marah.

2. Penampilan Personal

Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama. Delapan puluh empat persen dari kesan terhadap seserang berdasarkan penampilannya (Lalli Ascosi, 1990 dalam Potter dan Perry, 1993).
Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial, pekrjaan, agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri dan profesional yang positif. Penampilan fisik perawat mempengaruhi persepsi klien terhadap pelayanan/asuhan keperawatan yang diterima, karena tiap klien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seorang perawat. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan perawat, tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa percaya terhadap klien jika perawat tidak memenuhi citra klien.

3. Intonasi (Nada Suara)

Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada suaranya. Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan klien, karena maksud untuk menyamakan rsa tertarik yang tulus terhadap klien dapat terhalangi oleh da suara perawat.

4. Ekspresi wajah

Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang tampak melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat interpesonal. Kontak mata sangat penting dalam komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan kontak mata selama pembicaraan diekspresikan sebagai orang yang dapat dipercaya, dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik. Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara dengan klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat tidak tampak dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan dalam keadaan sejajar.

5. Sikap tubuh dan langkah

Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap; emos, konsep diri dan keadaan fisik. Perawat dapat mengumpilkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan langkah klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa sakit, obat, atau fraktur.

6. Sentuhan

Kasih sayang, dudkungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan. Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam hubungan perawat-klien, namun harus mnemperhatikan norma sosial. Ketika membrikan asuhan keperawatan, perawat menyentuh klien, seperti ketika memandikan, melakukan pemeriksaan fisik, atau membantu memakaikan pakaian. Perlu disadari bahwa keadaan sakit membuat klien tergantung kepada perawat untuk melakukan kontak interpersonal sehingga sulit untuk menghindarkan sentuhan. Bradley & Edinburg (1982) dan Wilson & Kneisl (1992) menyatakan bahwa walaupun sentuhan banyak bermanfaat ketika membantu klien, tetapi perlu diperhatikan apakah penggunaan sentuhan dapat dimengerti dan diterima oleh klien, sehingga harus dilakukan dengan kepekaan dan hati-hati.

B.    KOMUNIKASI  TERAPEUTIK
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Dalam pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada klien.
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan yang mendasar dari komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan klien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan klien, perawat membantu dan klien menerima bantuan.
Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Hamid, 1996), tujuan hubungan terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien meliputi :
a.Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan terhadap diri.
b.Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
c.Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling tergantung dengan kapasitas untuk mencintai dan dicintai.
d.Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realistik.
Tujuan komunikasi terapeutik adalah :
a.Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien pecaya pada hal yang diperlukan.
b.Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
c.Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Tujuan terapeutik akan tercapai bila perawat memiliki karakteristik sebagai berikut (Hamid,1998) :
a.Kesadaran diri.
b.Klarifikasi nilai.
c.Eksplorasi perasaan.
d.Kemampuan untuk menjadi model peran.
e.Motivasi altruistik.
f.Rasa tanggung jawab dan etik.
B. Komponen Komunikasi Terapeutik
Model struktural dari komunikasi mengidentifikasi lima komponen fungsional berikut (Hamid,1998) :
a.Pengirim : yang menjadi asal dari pesan.
b.Pesan : suatu unit informasi yang dipindahkan dari pengirim kepada penerima.
c.Penerima : yang mempersepsikan pesan, yang perilakunya dipengaruhi oleh pesan.
d.Umpan balik : respon dari penerima pesan kepada pengirim pesan.
e.Konteks : tatanan di mana komunikasi terjadi.
Jika perawat mengevaluasi proses komunikasi dengan menggunakan lima elemen struktur ini maka masalah-masalah yang spesifik atau kesalahan yang potensial dapat diidentifikasi.
Menurur Roger, terdapat beberapa karakteristik dari seorang perawat yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik.Karakteristik tersebut antara lain : (Suryani,2005).
a.Kejujuran (trustworthy). Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan komunikasi yang bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina hubungan saling percaya. Klien hanya akan terbuka dan jujur pula dalam memberikan informasi yang benar hanya bila yakin bahwa perawat dapat dipercaya.
b.Tidak membingungkan dan cukup ekspresif. Dalam berkomunikasi hendaknya perawat menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh klien. Komunikasi nonverbal harus mendukung komunikasi verbal yang disampaikan. Ketidaksesuaian dapat menyebabkan klien menjadi bingung.
c.Bersikap positif. Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Roger menyatakan inti dari hubungan terapeutik adalah kehangatan, ketulusan, pemahaman yang empati dan sikap positif.
d.Empati bukan simpati. Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan oleh klien. Dengan empati seorang perawat dapat memberikan alternatif pemecahan masalah bagi klien, karena meskipun dia turut merasakan permasalahan yang dirasakan kliennya, tetapi tidak larut dalam masalah tersebut sehingga perawat dapat memikirkan masalah yang dihadapi klien secara objektif. Sikap simpati membuat perawat tidak mampu melihat permasalahan secara objektif karena dia terlibat secara emosional dan terlarut didalamnya.
e.Mampu melihat permasalahan klien dari kacamata klien.Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus berorientasi pada klien, (Taylor, dkk ,1997) dalam Suryani 2005. Untuk itu agar dapat membantu memecahkan masalah klien perawat harus memandang permasalahan tersebut dari sudut pandang klien. Untuk itu perawat harus menggunakan terkhnik active listening dan kesabaran dalam mendengarkan ungkapan klien. Jika perawat menyimpulkan secara tergesa-gesa dengan tidak menyimak secara keseluruhan ungkapan klien akibatnya dapat fatal, karena dapat saja diagnosa yang dirumuskan perawat tidak sesuai dengan masalah klien dan akibatnya tindakan yang diberikan dapat tidak membantu bahkan merusak klien.
f.Menerima klien apa adanya.Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang akan merasa nyaman dan aman dalam menjalin hubungan intim terapeutik. Memberikan penilaian atau mengkritik klien berdasarkan nilai-nilai yang diyakini perawat menunjukkan bahwa perawat tidak menerima klien apa adanya.
g.Sensitif terhadap perasaan klien. Tanpa kemampuan ini hubungan yang terapeutik sulit terjalin dengan baik, karena jika tidak sensitif perawat dapat saja melakukan pelanggaran batas, privasi dan menyinggung perasaan klien.
h.Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri. Seseorang yang selalu menyesali tentang apa yang telah terjadi pada masa lalunya tidak akan mampu berbuat yang terbaik hari ini. Sangat sulit bagi perawat untuk membantu klien, jika ia sendiri memiliki segudang masalah dan ketidakpuasan dalam hidupnya.
C. Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik.
Struktur dalam komunikasi terapeutik, menurut Stuart,G.W.,1998, terdiri dari empat fase yaitu: (1) fase preinteraksi; (2) fase perkenalan atau orientasi; (3) fase kerja; dan (4) fase terminasi (Suryani,2005). Dalam setiap fase terdapat tugas atau kegiatan perawat yang harus terselesaikan.
a.Fase preinteraksi
Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan klien. Tugas perawat pada fase ini yaitu :
1)Mengeksplorasi perasaan,harapan dan kecemasannya;
2)Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan terlatih untuk memaksimalkan dirinya agar bernilai tera[eutik bagi klien, jika merasa tidak siap maka perlu belajar kembali, diskusi teman kelompok;
3)Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencana interaksi;
4)Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di implementasikan saat bertemu dengan klien.
b.Fase orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada saat pertama kali bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan dengan klien dan merupakan langkah awal dalam membina hubungan saling percaya. Tugas utama perawat pada tahap ini adalah memberikan situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan, serta membantu klien dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Tugas-tugas perawat pada tahap ini antara lain :
1)Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan komunikasi terbuka. Untuk membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ihklas, menerima klien apa danya, menepati janji, dan menghargai klien.
2)Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk menjaga kelangsungan sebuah interaksi.Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien yaitu, tempat, waktu dan topik pertemuan.
3)Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien. Untuk mendorong klien mengekspresikan perasaannya, maka tekhnik yang digunakan adalah pertanyaan terbuka.
4)Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah klien teridentifikasi. Bila tahap ini gagal dicapai akan menimbulkan kegagalan pada keseluruhan interaksi (Stuart,G.W,1998 dikutip dari Suryani,2005)
Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain :
1)Memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan jabatan tangan
2)Memperkenalkan diri perawat
3)Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan dengan kesediaan klien untuk berkomunikasi, topik, tempat, dan lamanya pertemuan.
4)Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama perawat perlu melengkapi penjelasan tentang identitas serta tujuan interaksi agar klien percaya kepada perawat.
5)Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian keluhan utama, alasan atau kejadian yang membuat klien meminta bantuan. Evaluasi ini juga digunakan untuk mendapatkan fokus pengkajian lebih lanjut, kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan utama. Pada pertemuan lanjutan evaluasi/validasi digunakan untuk mengetahui kondisi dan kemajuan klien hasil interaksi sebelumnya.
6)Menyepakati masalah. Dengan tekhnik memfokuskan perawat bersama klien mengidentifikasi masalah dan kebutuhan klien.
Selanjutnya setiap awal pertemuan lanjutan dengan klien lakukan orientasi. Tujuan orientasi adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini dan mengevaluasi tindakan pertemuan sebelumnya.
c.Fase kerja.
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi teraeutik.Tahap ini perawat bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi klien.Perawat dan klien mengeksplorasi stressor dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, perasaan dan perilaku klien.Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah ditetapkan.Tekhnik komunikasi terapeutik yang sering digunakan perawat antara lain mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi, memfokuskan dan menyimpulkan (Geldard,D,1996, dikutip dari Suryani, 2005).
d.Fase terminasi
Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan klien keduanya merasa kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien akan pulang. Perawat dan klien bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan sukses dan bernilai terapeutik, perawat menggunakan konsep kehilangan. Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat, yang dibagi dua yaitu:
1)Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan;
2)Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara menyeluruh.
Tugas perawat pada fase ini yaitu :
a)Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan, evaluasi ini disebut evaluasi objektif. Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa meminta klien menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan atau respon objektif setelah tindakan dilakukan sangat berguna pada tahap terminasi (Suryani,2005).
b)Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setalah berinteraksi atau setelah melakukan tindakan tertentu.
c)Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal ini sering disebut pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang baru dilakukan atau yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Dengan tindak lanjut klien tidak akan pernah kosong menerima proses keperawatan dalam 24 jam.
d)Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati adalah topik, waktu dan tempat pertemuan. Perbedaan antara terminasi sementara dan terminasi akhir, adalah bahwa pada terminasi akhir yaitu mencakup keseluruhan hasil yang telah dicapai selama interaksi.
C.Sikap Komunikasi Terapeutik.
Lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik menurut Egan, yaitu :
1.Berhadapan. Artinya dari posisi ini adalah “Saya siap untuk anda”.
2.Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
3.Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.
4.Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
5.Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon kepada klien.
Selain hal-hal di atas sikap terapeutik juga dapat teridentifikasi melalui perilaku non verbal. Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan ada lima kategori komunikasi non verbal, yaitu :
1.Isyarat vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas bicara non verbal misalnya tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan bicara.
2. Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah dan sikap tubuh.
3.Isyarat obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.
4.Ruang memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang. Hal ini didasarkan pada norma-norma social budaya yang dimiliki.
5.Sentuhan, yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non verbal yang paling personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat dipengaruhi oleh tatanan dan latar belakang budaya, jenis hubungan, jenis kelamin, usia dan harapan.
D.Teknik Komunikasi Terapeutik.
Ada dua persyaratan dasar untuk komunikasi yang efektif (Stuart dan Sundeen, 1998) yaitu :
1.Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan.
2.Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan lebih dahulu sebelum memberikan saran, informasi maupun masukan.
Stuart dan Sundeen, (1998) mengidentifikasi teknik komunikasi terapeutik sebagai berikut :
1.Mendengarkan dengan penuh perhatian.
Dalam hal ini perawat berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan apa yang disampaikan klien. Mendengar merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih banyak pada klien untuk berbicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif.
2.Menunjukkan penerimaan.
Menerima tidak berarti menyetujui, menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan.
3.Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai apa yang disampaikan oleh klien.
4.Mengulangi ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Melalui pengulangan kembali kata-kata klien, perawat memberikan umpan balik bahwa perawat mengerti pesan klien dan berharap komunikasi dilanjutkan.
5.Mengklasifikasi.
Klasifikasi terjadi saat perawat berusaha untuk menjelaskan dalam kata-kata ide atau pikiran yang tidak jelas dikatakan oleh klien.
6.Memfokuskan.
Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti.
7.Menyatakan hasil observasi.
Dalam hal ini perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat non verbal klien.
8.Menawarkan informasi.
Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien yang bertujuan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan.
9.Diam.
Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri, mengorganisir pikiran dan memproses informasi.
10.Meringkas.
Meringkas pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat.
11.Memberi penghargaan.
Penghargaan janganlah sampai menjadi beban untuk klien dalam arti jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi untuk mendapatkan pujian dan persetujuan atas perbuatannya.
12.Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.
Memberi kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan.
13.Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan.
Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan.
14.Menempatkan kejadian secara berurutan.
Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif.
15.Memberikan kesempatan kepada klien untuk menguraikan persepsinya
Apabila perawat ingin mengerti klien, maka perawat harus melihat segala sesuatunya dari perspektif klien.
16.Refleksi.
Refleksi memberikan kesempatan kepada klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.
E.Hambatan Komunikasi Terapeutik.
Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan perawat-klien terdiri dari tiga jenis utama : resistens, transferens, dan kontertransferens (Hamid, 1998). Ini timbul dari berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi semuanya menghambat komunikasi terapeutik. Perawat harus segera mengatasinya. Oleh karena itu hambatan ini menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat maupun bagi klien. Untuk lebih jelasnya marilah kita bahas satu-persatu mengenai hambatan komunikasi terapeutik itu.
1.Resisten.
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran verbalisasi yang dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri seseorang. Resisten sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah.
2.Transferens.
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi bermusuhan dan tergantung.
3.Kontertransferens.
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien. Konterrtransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten klien.
Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap untuk mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat-klien (Hamid, 1998). Awalnya, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan komunikasi terapeutik dan mengenali perilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Latar belakang perilaku digali baik klien atau perawat bertanggung jawab terhadap hambatan terapeutik dan dampak negative pada proses terapeutik.
C. PENYAKIT APENDIKSITIS

a.    Definisi
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu (apendiks).
Usus buntu merupakan penonjolan kecil yang berbentuk seperti jari, yang terdapat di usus besar, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus halus.
Usus buntu mungkin memiliki beberapa fungsi pertahanan tubuh, tapi bukan merupakan organ yang penting.



Apendisitis sering terjadi pada usia antara 10-30 tahun.
b.    Penyebab
Penyebab apendisitis belum sepenuhnya dimengerti.
Pada kebanyakan kasus, peradangan dan infeksi usus buntu mungkin didahului oleh adanya penyumbatan di dalam usus buntu. Bila peradangan berlanjut tanpa pengobatan, usus buntu bisa pecah.

Usus buntu yang pecah bisa menyebabkan :
- masuknya kuman usus ke dalam perut, menyebabkan peritonitis, yang bisa berakibat fatal
- terbentuknya abses
- pada wanita, indung telur dan salurannya bisa terinfeksi dan menyebabkan penyumbatan pada saluran yang bisa menyebabkan kemandulan
- masuknya kuman ke dalam pembuluh darah (septikemia), yang bisa berakibat fatal.
c.    Gejala
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah.
Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah.

Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam.

Demam bisa mencapai 37,8-38,8? Celsius.

Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut.
Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa.

Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat.
Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.
d.    Diagnosa
Pemeriksaan darah menunjukan jumlah sel darah putih agak meningkat, sebagai respon terhadap infeksi.

Biasanya, pada stadium awal apendisitis, pemeriksaan-pemeeriksaan seperti foto rontgen, CT scan, dan USG kurang bermanfaat.

Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan gejalanya.
e.    Komplikasi
Komplikasi utama apendiksitis adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang menjadi peritonitis
atau abses. Insiden perforasi adalah 105 sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia.
Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7o
C atau lebih tinggi, nyeri tekan abdomen yang kontinue.
f.    Penatalaksanaan
Pada apendiksitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi apendiks. Dalam waktu 48 jam harus
dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan
makanan yang tidak merangsang persitaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain diperut kanan bawah.
a. Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres untuk menurunkan
suhu penderita, pasien diminta untuk tirabaring dan dipuasakan
b. Tindakan operatif ; apendiktomi
c. Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh luka
jahitan diangkat, klien pulang
g.    Pengobatan
Pembedahan segera dilakukan, untuk mencegah terjadinya ruptur (peca), terbentuknya abses atau peradangan pada selaput rongga perut (peritonitis).

Pada hampir 15% pembedahan usus buntu, usus buntunya ditemukan normal. Tetapi penundaan pembedahan sampai ditemukan penyebab nyeri perutnya, dapat berakibat fatal. Usus buntu yang terinfeksi bisa pecah dalam waktu kurang dari 24 jam setelah gejalanya timbul. Bahkan meskipun apendisitis bukan penyebabnya, usus buntu tetap diangkat. Lalu dokter bedah akan memeriksa perut dan mencoba menentukan penyebab nyeri yang sebenarnya.

Pembedahan yang segera dilakukan bisa mengurangi angka kematian pada apendisitis.
Penderita dapat pulang dari rumah sakit dalam waktu 2-3 hari dan penyembuhan biasanya cepat dan sempurna.

Usus buntu yang pecah, prognosisnya lebih serius. 50 tahun yang lalu, kasus yang ruptur sering berakhir fatal. Dengan pemberian antibiotik, angka kematian mendekati nol.
Antibiotik yang diberikan seperti
•    Golongan penisilin : Piperacillin+tazobactam , Ampicillin+sulbactam, Ticarcillin+clavulanate
•    Golongan sefalosporin : Cefotetan , Cefoxitin , Cefepime
•    Golongan aminoglikosida : Gentamicin 
•    Golongan karbapenem : Meropenem , Ertapenem
•    Golongan kuinolon : Ciprofloxacin , Levofloxacin , Moxifloxacin
•    Golongan lain seperti Metronidazole , Tigecycline


BAB III
ROLEPLAY KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP PASIEN PRE DAN POST OPERASI APENDIKSITIS (Usus Buntu)


A.    Para pelaku
Andri Firdaus sebagai Dokter
Neng Yuli Setiani sebagai perawat I
Nur Alim sebagai Pasien
Resti Nurqodariah sebagai Perawat II
Muhamad fazar sebagai sodara pasien

B.    Prolog
Ada seorang pasien yang dirawat di Rumah sakit umum dr. Slamet Garut, tepatnya diruangan Puspa yang bernama Nur Alim, dia berusia 30 tahun, dia menderita penyakit Usus buntu, perawat disana datang dan akan memberikan obat antibiotik yang akan diberikan kepada pasien.
1.    Fase Perkenalan
(pagi itu datanglah seorang perawat ke ruangan)
Perawat    : Assalamualaikum
Pasien        : Waalaikumsalam
Perawat    : Perkenalkan saya perawat Neng Yuli Setiani dari Akper Pemda Garut, kebetulan saya lagi ada tugas di ruangan ini, dari pukul 07.00 sampai pukul 14.00 siang nanti. Jadi kalau bapak ada perlu apa-apa ibu bisa panggil saya. Insyaalloh saya siap membantu bapak.
Pasien        : Ya sus terimakasih
Perawat    : Kalau boleh tahu nama bapa siapa ?
Pasien        : Nama bapa Nur Alim.
Perawat    : Nama lengkapnya ?
Pasien        : Nur Alim.
Perawat    : Nama panggilannya ?
Pasien        : Panggil saja Alim.
1.    Fase Orientasi
Perawat    : Oh iya, Bapak Alim bagaimana kabar bapak hari ini ? (Open Endeed Question)
Pasien        : Untuk sekarang lumayan agak mendingan sus, tapi di lain waktu suka terasa secara tiba-tiba sakit tidak tertahankan.
Perawat    : Ohh begitu ya pak, (sambil mengangguk)  (Active Listening)
     Bapak kesini sama siapa ?
Pasien    : Saya kesini ditemani saudara saya, kebetulan dia lagi keluar katanaya mau beli sesuatu.
Perawat    : Berapa tahun umur bapak ?
Pasien    : Umur saya sudah 22 tahun sus.
Perawat    : Umur bapak 22 tapi masih kelihatan seperti umur 17. (Humor)
Pasien    : Ah suster bisa aja.
Perawat    : kalau boleh tahu bapak sudah bekerja apa masih kuliah ?
Pasien    : Saya masih kuliah, sekarang sudah semester 6.
Perawat    : Oh begitu ya, jadi begini ya pak berhubung dengan jadwal jadi sekarang adalah waktunya bapak untuk minum obat yang telah di anjurkan oleh dokter, bagaimana pak apakah bapak bersedia ?
Pasien    : Iyah sus saya bersedia.
Perawat    : Kalau begitu saya ambil dulu obatnya ya pak.
Pasien    : Iyah sus silahkan.

2.    Fase Kerja   
Perawat ijin untuk keluar untuk mengambil obat yang akan diberikan kepada pasien.
Perawat    : Bapak ini obatnya sudah saya bawa (sambil meletakan di atas meja)
     Nama obatnya adalah Gentamicin, ini termasuk golongan obat aminoglikosida diberikan secara oral atau lewat mulut dan rasanya sedikir pahit, bagaimana apakah bapak sudah siap ? (Informing)
Pasien    : Siap sus (sambil mengangguk)
Perawat    : Sebelumnya bapak minum obatnya mau sambil duduk atau berdiri ?
Pasien    : Sambil duduk aja sus.
Perawat    :  Ini pak airnya bisa minum dulu
Pasien    : (Meminum air yang diberkan perawat)
Perawat    : Ini pak obatnya, lalu bapak telan bersamaan dengan air.
Pasien    : Iyah sus.
Perawat    : Bagaimana pak sudah masuk obatnya ?
Pasien    : Sudah sus
Perawat    : Bapak sekarang bisa berbaring kembali.
Pasien    : Iyah sus (sambil berbaring)
Perawat    : Bagaimana pak perasaanya setelah minum obat ? (Broad Opening)
Pasien    : Belum ada reaksi sus belum terasa apa-apa.
Perawat    : Iyah mungkin efek obatnya belu bekerja pak, karena pemberian obat secara oral agak lambat dibanding dengan pemberian obat secara Intra Vena.
Dokter    : Assalamu’alaikum
Semua    : Waalaikumsalam
Dokter    : Selamat siang pak Alim, nampaknya muka bapak berseri-seri seperti yang senang saja, apakah gara-gara suster Neng Yuli yang merawatnya ?
    (Sharing perseption)
Pasien    : Ahh dokter bisa aja.
Dokter    : Bagaimana keadaan bapak saat ini ?
Pasien    : Alhamdulilah dok agak mendingan di banding hari kemarin.
Dokter    : Oooh iya syukur kalo begitu, bagaimana obatnya sudah dimakan belum pak ?
Pasien    : Sudah dok, baru saja diberikan sama suster neng yuli.
Dokter    : Baguslah kalo begitu, sekarang bapak saya periksa dulu ya .
Pasien    : Iya dok silahkan.
Dokter    : (Dokter memeriksa pasien dengan cara diperkusi dan Auskultasi)
Saudara Pasien    : Bagaimana dok ?
Dokter    : Ini sudah parah (sambil menggeleng kepala)
Saudara Pasien    : Magsudnya gimana dok, coba jelaskan apa magsudnya ? (Focussing)
Dokter    : Saya rasa bapak alim harus segera dioperasi karena jikalau tidak secepatnya akan berakibat patal.
Saudara pasien    : Astagfirulahhaladim, apakah tidak ada jalan lain dok selain dioperasi ?
Dokter    : Ini adalah jalan satu-satunya untuk menyembuhkan nyawa pak Alim, karena bila sekedar diberikan obat itu tidak akan bisa menyembuhkan penyakitnya.
Saudara pasien    : Kalau itu yang terbaik untuk kesembuhan kaka saya, lakukan saja dok, apapun itu caranya asalkan kaka saya bisa sembuh.
Dokter    : Iyah, akan saya usahakan, jadi lusa pak alim akan dioperasi untuk persiapannya nanti suster neng yuli atau resti yang akan menjelaskan.
Perawat     : Iyah dok.
Dokter    : Kalau begitu saya pamit dulu karena saya masih ada pasien lain, bila      kurang jelas bisa tanyakan ke susuter neng yuli.
Saudara pasien    : Iyah dok terimakasih.
Dokter    : Sama-sama, Assalamualaikum
Semua    : Waalaikumsalam.
Pasien    : Sus bagaimana dengan semua ini ?
Perawat    : Magsud bapak apa, bisakah bapak jelaskan kembali apa magsud bapak ? (Claripication)
Pasien    : Begini sus, tadi dokter bilang bahwa saya harus disegera diperasi karena penyakit saya ini sudah parah, yang jadi permasalahnnya saya bingung dengan masalah biayannya saya tidak punya biaya untuk membayarnya.
Saudara pasien    : Sudahlah ka jangan pikirin soal biaya, nanti akan saya bantu kalo soal biaya jadi sekarang kaka bersiap-siap saja untuk operasi.
Perawat    : Betul apa yang dikatakan adik bapak tadi, sekarang bapak jangan pikirkan soal biaya, sekarang bapak istirahat aja yang cukup terus bapak besok harus puasa karena lusa akan dioperasi.
Pasien    : Kenapa sus harus puasa dulu ?
Perawat    : Iyah jadi begini pak, puasa disini dilakukan supaya semua kotoran terkuras dan bersih dan nanti pada saat dilakukan operasi tidak menggu jalanya operasi.
Pasien    : Ohh begitu ya sus.
Saudara pasien    : Berapa hari kaka saya harus puasa sus ?
Perawat    : 1 hari sebelum dilaksanakan operasi.
Saudara pasien    : Apakah tidak akan mempengaruhi kesehatan kaka saya sus dan bagaimana dengan pemberian obatnya.
Perawat    : Insa Allah tidak pak, dan bapak juga tidak usah khawatir mengenai obat yang diberikan semuanya akan baik-baik saja.
Saudara pasien    : Iyah sus kalau begitu, saya harap dengan operasi ini kaka saya bisa sembuh dan dapat menjalankan aktivitas sperti biasanya.
Perawat    : Iyah mudah-mudahan saja bapak berdoa saja sama yang di atas.
Pasien    : iya sus..
Perawat     : Pak sebelumnya sudah pernah mengalami sakit seperti ini ?
Pasien    : Pernah dulu sekali tapi tidak separah ini, yah saya tidak tahu kalo itu penyakit usus buntu jadi saya biarkan saja.
Perawat     : Oooh begitu ya pak, Kira-kira kapan bapak merasakannya, dan apakah bapak sempat memeriksa keadaan bapak waktu itu  ?
     (Perawat diam sambil mendengarkan apa yang pasien jelaskan)
     (Silence)
Pasien    : Yah sekitar 3 bulan yang kalau kalo tidak salah, kebetulan waktu itu saya tidak memeriksa kemana-mana karena saat itu rasa sakitnya tidak terlalu hebat, saya cuman menggunakan sebuah botol yang di isi air hangat lalu saya dekatkan ke daerah yang nyeri, cara itu cukup mengurangi rasa sakit saya.
Perawat     : Iyah cara itu memang cukup membantu, terus kenapa bapak bisa merasakan sakit itu lagi ?
Pasien    : Jadi begini sus, kemarin pas saya lagi istirahat di kampus saya makan baso  pakai cabe yang banyak setelah beberapa jam kemudian perut saya sakit sampai kejang-kejang, untung ada teman-teman saya lalu saya langsung dilarikan ke rumah sakit. (Identifikasi Tema)
Perawat     : Ooh jadi itu yang melataarbelakangi bapak masuk ke rumah sakit ?
Pasien    : Iyah sus, mungkin gara-gara kebanyakan makan cabe.
Perawat    : Sebalah mana letak sakitnya pak ?
Pasien    : Sebelah sini sus (sambil memegang perutnya)
Perawat    : Coba anda angkat kaki anda sebelah !
Pasien    : (Mengangkat kaki sesuai arahan perawat)
Perawat    : kalo begitu saya kembali keruangan saya dulu ya pak, karena  sudah waktunya saya berganti tugas dengan teman saya, nanti saya perkenalkan ke bapak ya. (sambil tersenyum ramah)
Pasien    : iya sus, mkasih ya..
Perawat    : iya pak, assalamualaikum
Pasien dan saudra pasien : waalaikumsalam..
Setelah beberapa saat perawat neng yuli kembali bersama perawat resti.
Perawat 1    : assalamualaikum
Saudra pasien    :waalaikumsalam
Perawat 1    : bapak ini teman saya yang akan menggantikan tugas saya di ruangan ini, karna wakru dinas saya sudah habis.
Pasien    : oh, begitu ya sus..
Perawat 2    : iya pak, perkenalkan saya Resti Nurqodariah mahasiswi akper pemda juga, saya yang akan menggantikan tugas Neng Yuli, saya bertugas dari pukul 14.00 sampai pukul 21.00 nanti.
Saudara pasien    : kenapa harus diganti sekarang ?
Perawat 1    : iya pak, karna ini sudah waktunya untuk oper tugas, insyaallah besok ketemu lagi.
Saudara pasien    : iya sus,
Perawat 1    : saya keluar dulu, assalamualaikum.
Perawat 2, pasien, saudara pasien    : Waalaikumsalam..
Perawat 2    : bapak gimana sekarang keadaanya ?
Pasien    : saya bingung sus, kata dokter saya mengalami usus buntu dan saya harus di opersi segera, namun saya bingung untuk biayanya, saya cemas sus.
3.    Fase Terminasi
Perawat 2    : hemmm, iya pak saya mengerti, bapak tidak usah cemas,  dan  mulai sekarang sebaiknya bapak tidak boleh makan cabe ya pak, apalagi dengan porsi yang berlebihan karena itu akan mengakibatkan penyakit bapak kambuh bahkan berakibat patal, karena dengan makan cabe, si bijinya itu nyangkut di usus dan terjadi penyumbatan dan terjadi peradangan. Terus bapak sekarang istirahat, dan besok bapak harus bangun pagi karena bapak akan berpuasa, dan  bapak persiapkan diri untuk operasi. (Saran)
Pasien    : Iyah sus akan saya ingat itu.
Perawat 2    : Kalau bapak mengerti coba bapak sebutkan apa yang saya bicarakan tadi.
Pasien    : Jadi saya tidak boleh banyak makan pedas, istirahat yang cukup dan besok saya harus bangun pagi karena akan berpuasa.
Perawat 2    : Iyah bagus pak, nampaknya bapak memahami apa yang saya jelaskan, pak bagaimana kesannya setelah dirawat sama saya apakah senang atau sebaliknya ?
Pasien    : Senang banget sus, dari tadinya saya sakit setelah melihat suster mendadak jadi sehat kembali.
Perawat 2    : hehe, iyah kelihatan pak dari mimik wajahnya bapak terlihat lebih ceria, bapak santai saja operasi akan lancar jika semua telah di persiapkan.
Pasien    : Iyah sus, semua kata-kata suster akan saya ingat selalu.
Perawat 2    : Kalau begitu sekarang bapak istirahat, jangan banyak pikiran siapkan diri bapak untuk menjalani operasi, kebetulan sekarang tugas saya sudah selesai nanti akan ada teman saya yang akan menggantikan dan bilamana bapak butuh sesuatu bisa panggil dia saja, kalau begitu saya pamit dulu yah pak, semoga cepat sembuh.
    Assalamua’alaikum.
Pasien    : Waalaikkumsalam


BAB  IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.    KESIMPULAN
Kemampuan menerapkan tehnik komunikasi terapeutik memrlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.

     Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan factor penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.

B.    SARAN

Komunikasi terjadi bila ada Komunikan, mesagae, mediator, dan komunikator faktor tersbut sangat penting sekali dalam sebuah komunikasi karena jika tidak ada hal tersbut tidak akan terjadi sebuah hubungan komunikasi, di tambah dengan tekhnik dalam berkomunikasi.



anti histamin

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar belakang masalah
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor –histamin (penghambatan saingan). Pada awalnya hanya dikenal satu tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor khusus pada tahun 1972, yang disebut reseptor-H2,maka secara farmakologi reseptor histamin dapat dibagi dalam dua tipe , yaitu reseptor-H1 da reseptor-H2.
Berdasarkan penemuan ini, antihistamin juga dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni antagonis reseptor-H1 (singkatnya disebut H1-blockers atau antihistaminika) dan antagonis reseptor H2 ( H2-blockers atau zat penghambat-asam.

1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah “OBAT ANTIHISTAMIN”.

1.3  Maksud dan Tujuan Penulisan
Maksud dan tujuan makalah ini untuk memahami tentang “Obat Antihistamin”

1.4 Manfaat Penulisan
        Manfaat dari penulisan makalah ini diharapkan pembaca dapat mengetahui dan paham mengenai “antihistamin”.

1.5 Metode Penulisan
Metode dari penulisan yang dipakai oleh penulis dalam pembuatan laporan ini adalah metode pengumpulan data data dari internet.


1.6  Sistematika Penulisan
Sistematika dalam makalah ini sebagai berikut :
    BAB 1 Pendahuluan merupakan bab yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan
    BAB II Pembahasan merupakan bab yang berisikan mengenai teori yang berkaitan dengan berbagai masalah yang dibahas dalam makalah ini.
    BAB III Penutup merupakan bab yang berisi kesimpulan dan saran yang diharapkan oleh penulis.


















BAB II
PEMBAHASAN

2.1    PENGERTIAN
Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah penglepasan atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang bekerja pada reseptor histamin H1. 
Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang disebabkan oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab alergi), seperti serbuk sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin dalam jumlah signifikan di tubuh.

2.2    JENIS ANTI HISTAMIN
terdapat beberapa jenis antihistamin, yang dikelompokkan berdasarkan sasaran kerjanya terhadap reseptor histamin.
1.    Antagonis Reseptor Histamin H1
Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Contoh obatnya adalah: difenhidramina, loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiat antihistamin merupakan efek samping dari obat antipsikotik ini), dan prometazina.

2.    Antagonis Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2 (antihistamin H2) dapat digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina, famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.

3.    Antagonis Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia. Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.

4.    Antagonis Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinflamasi dan analgesik. Contohnya adalah tioperamida.
Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin.
Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah degranulasinya.

2.3    PENGGUNAAN UMUM

                  Menghilangkan gejala yang behubungan dengan alergi, termasuk rinithis, urtikaria dan angiodema, dan sebagai terapi adjuvant pada reaksi anafilaksis. Beberapa antihistamin digunakan untuk mengobati mabuk perjalanan (dimenhidrinat dan meklizin), insomnia (difenhidramin), reaksi serupa parkinson (difenhidramin), dan kondisi nonalergi lainnya.
Lazimnya dengan “ antihistaminika” selalu dimaksud H-1 blockers. Selain bersifat antihistamin, obat-obat ini juga memiliki berbagai khasiat lain, yakni daya antikolinergis,antiemetis dan daya menekan SSP (sedative),dan dapat menyebabkan konstipasi, mata kering, dan penglihatan kabur, sedangkan beberapa di antaranya memiliki efek antiserotonin dan local anestesi (lemah).
Berdasarkan efek ini, antihistaminika digunakan secara sistemis ( oral,injeksi) untuk mengobati simtomatis bermacam-macam gangguan alergi yang disebabkan oleh pembebasan histamine. Di samping rhinitis, pollinosis dan alergi makanan/obat, juga banyak digunakan pada sejumlah gangguan berikut:
1.Asma yang bersifat alergi, guna menanggulangi gejala bronchokonstriksi. Walaupun kerjanya baik, namun efek keseluruhannya hanya rendah berhubung tidak berdaya terhadap mediator lain (leukotrien) yang juga mengakibatkan penciutan bronchi. Ada indikasi bahwa penggunaan dalam bentuk sediaan inhalasi menghasilkan efek yang lebih baik. Obat-obat ketotifen dan oksatomida berkhasiat mencegah degranulasi dari mastcells dan efektif untuk mencegah serangan.
2.Sengatan serangga khususnya tawon dan lebah, yang mengandung a.l. histamine dan suatu enzim yang mengakibatkan pembebasannya dari mastcells. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, obat perlu diberikan segera dan sebaiknya melalui injeksi adrenalin i.m. atau hidrokortison i.v.
3.Urticaria (kaligata, biduran). Pada umumnya bermanfaat terhadap meningkatnya permeabilitas kapiler dan gatal-gatal, terutama zat-zat dengan kerja antiserotonin seperti alimemazin (Nedeltran), azatadin dan oksatomida. Khasiat antigatal mungkin berkaitan pula dengan efek sedative dan efek anestesi local.
4.Stimulasi nafsu makan. Untuk menstimulasi nafsu makan dan dengan demikian menaikkan berat badan, yakni siproheptadin ( dan turunannya pizotifen) dan oksatomida. Semua zat ini berdaya antiserotonin.
5.Sebagai sedativum berdasarkan dayanya menekan SSP, khususnya prometazin dan difenhidramin serta turunannya. Obat-obat ini juga berkhasiat meredakan rangsangan batuk, sehingga banyak digunakan dalam sediaan obat batuk popular.
6.Penyakit Parkinson berdasarkan daya antikolinergisnya, khususnya difenhidramin dan turunan 4-metilnya (orfenadrin) yang juga berkhasiat spasmolitis.
7.Mabuk jalan dan Pusing (vertigo) berdasarkan efek antiemetisnya yang juga berkaitan dengan khasiat antikolinergis, terutama siklizin,meklizin dan dimenhidrinat, sedangkan sinarizin terutama digunakan pada vertigo.
8.Shock anafilaksis di samping pemberian adrenalin dan kortikosteroid. selain itu, antihistaminika banyak digunakan dalam sediaan kombinasi untuk selesma dan flu.


2.4     ANTAGONISME TERHADAP HISTAMIN
                  AH1 menghambat efek histamine pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pengelepasan histamine endogen berlebihan.
Otot polos: secara umum AH1 efektif menghambat kerja histamine pada otot polos (usus,bronkus).

Permeabilitas kapiler: peninggian permeabilitas kapiler dan udem akibat histamin, dapat dihambat dengan efektif oleh AH1

Reaksi anafilaksis dan alergi: reaksi anafilaksis dan beberapa reaksi alergi refrakter terhadap pemberian AH1, karena disini bukan histamine saja yang berperan tetapi autakoid lain juga dilepaskan. Efektivitas AH1 melawan reaksi hipersensitivitas berbeda-beda, tergantung beratnya gejala akibat histamin.

Kelenjar eksokrin: efek perangsangan histamine terhadap sekresi cairan lambung tidak dapat dihambat oleh AH1. AH1 dapat menghambat sekresi saliva dan sekresi kelenjar eksokrin lain akibat histamin.

Susunan saraf pusat: AH1 dapat merangsang maupun menghambat SSP. Efek perangsangan yang kadang-kadang terlihat dengan dosis AH1 biasanya ialah insomnia, gelisah dan eksitasi. Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan SSP dengan gejala misalnya kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat.

Antihistamin yang relative baru misalnya terfenadin, astemizol, tidak atau sangat sedikit menembus sawar darah otak sehingga pada kebanyakan pasien biasanya tidak menyebabkan kantuk, gangguan koordinasi atau efek lain pada SSP. AH1 juga efektif untuk mengobati mual dan muntah akibat peradangan labirin atau sebab lain.

Anestesi lokal: beberapa AH1 bersifat anestetik lokal dengan intensitas berbeda. AH1 yang baik sebagai anestesi lokal ialah prometazin dan pirilamin. Akan tetapi untuk menimbulkan efek tersebut dibutuhkan kadar yang beberapa kali lebih tinggi daripada sebagai antihistamin.

Antikolinergik: banyak AH1 bersifat mirip atropin. Efek ini tidak memadai untuk terapi, tetapi efek antikolinergik ini dapat timbul pada beberapa pasien berupa mulut kering, kesukaran miksi dan impotensi.
Sistem kardiovaskular: dalam dosis terapi, AH1 tidak memperlihatkan efek yang berarti pada system kardiovaskular. Beberapa AH1 memperlihatkan sifat seperti kuinidin pada konduksi miokard berdasarkan sifat anestetik lokalnya.


2.5     FARMAKOKINETIK
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 setelah pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6 jam, untuk golongan klorsiklizin 8-12 jam. Difenhidramin yang diberikan secara oral akan mencapai kadar maksimal dalam darah setelah kira-kira 2 jam dan menetap pada kadar tersebut untuk 2 jam berikutnya, kemudian dieliminasi dengan masa paruh kira-kira 4 jam.

Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan ginjal. Tripelenamin mengalami hidroksilasi dan konjugasi sedangkan klorsiklizin dan siklizin terutama mengalami demetilasi. AH1 diekskresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.

2.6     EFEK SAMPING
Pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping walaupun jarang bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Efek samping yang paling sering ialah sedasi, yang justru menguntungkan bagi pasien yang dirawat di RS atau pasien yang perlu banyak tidur.
Tetapi efek ini mengganggu bagi pasien yang memerlukan kewaspadaan tinggi sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan. Pengurangan dosis atau penggunaan AH1 jenis lain mungkin dapat mengurangi efek sedasi ini. Astemizol, terfenadin, loratadin tidak atau kurang menimbulkan sedasi.
Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euphoria, gelisah, insomnia dan tremor. Efek samping yang termasuk sering juga ditemukan ialah nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare, efek samping ini akan berkurang bila AH1 diberikan sewaktu makan.
Efek samping lain yang mungkin timbul oleh AH1 ialah mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan lemah pada tangan. Insidens efek samping karena efek antikolinergik tersebut kurang pada pasien yang mendapat antihistamin nonsedatif.
AH1 bisa menimbulkan alergi pada pemberian oral, tetapi lebih sering terjadi akibat penggunaan lokal berupa dermatitis alergik. Demam dan foto sensitivitas juga pernah dilaporkan terjadi. Selain itu pemberian terfenadin dengan dosis yang dianjurkan pada pasien yang mendapat ketokonazol, troleandomisin, eritromisin atau lain makrolid dapat memperpanjang interval QT dan mencetuskan terjadinya aritmia ventrikel.
Hal ini juga dapat terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi hati yang berat dan pasien-pasien yang peka terhadap terjadinya perpanjangan interval QT (seperti pasien hipokalemia). Kemungkinan adanya hubungan kausal antara penggunaan antihistamin non sedative dengan terjadinya aritmia yang berat perlu dibuktikan lebih lanjut.





      BAB III
   PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah penglepasan atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang bekerja pada reseptor histamin H1. 
Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang disebabkan oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab alergi), seperti serbuk sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin dalam jumlah signifikan di tubuh.


3.2 SARAN
Kita harus lebih mampu belajar dalam kehidupan keperawatan yang luas, agar kita mendapatkan wawasan yang luas, pada dasarnya kita harus ditengah-tengah masyarakat, oleh karena itu jangan lupa masalah yang timbul dalam keperawatan kita sebagai bahan untuk mengasah kita untuk memecahakan suatu masalah, dan kita harus bisa menyelesaikan masalah itu dengan sesegera mungkin.






DAFTAR GAMBAR





























DAFTAR PUSTAKA
file:///D:/materi%20matkul/antihistamin.htm
file:///D:/materi matkul/farmakologi obat antihistamin.htm
file:///D:/materi%20matkul/antihistamin%20part%202.htm

Minggu, 20 Mei 2012

CURAHATAN PART 1

gak tau sama perasaan aku sndiri..
gampang banget ya kesinggung..
kenapa juga gk mudah nglupain ksalahan orang ??,,
padahalkan saya juga pasti pernah mlakukan salah..

kenangan pahit yang ada nggk pernah bisa lepas dari benakku,, sehingga menjadikan emosi ku tak stabil..
aku harap dia mengerti dengan perubahan sikaf ku,, aku masih trouma,, masih takut..!!

ku dengar nama seseorng ataupun tempat seseorang, ataupun ingat salah satu kejadian,, pasti semua itu membuka kesakitan ku..
kenapa ya dulu bisa trjadi seperti itu ??
appa benar semua salah sikaf ku ??
apa bnar semua salah pngmbilan langkahku ??

aku bner" sayang dia,, namun byang" masa lalu yg trkhiyanati masih sangat melekat,, yg berefek emosi tdk stabil.

maaf kan saya,, bukan maksud mmbuat mu tak nyaman dengan ku,, namun mengertilah..
aku masih dalam tahap penetralan untuk kembali percaya penuh padamu,, aku berusa sekuat mungkin melupakan masalalu mu..

maafff.... :')